ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA
KEHAMILAN
Nama Kelompok 4 :
Adinda Kusuma Wardhani
Geofanny
Gina Audina
Julietta Mutia Anjani
Triani Afifah
AKADEMI KEBIDANAN BORNEO
MEDISTRA BALIKPAPAN
TAHUN 2016/2017
a.
Aspek Sosial Budaya dalam
memberikan Asuhan Kehamilan
Tradisi di Jawa Timur :
Tradisi
masyarakat jawa Timur ketika hamil yaitu mengadakan upacara selamatan Ubarampe.
Yang dibutuhkan untuk selamatan Ubarampe adalah brokohan. Pada zaman ini
brokohan biasanya terdiri dari : Beras, Telur, Mie instan, Gula, Teh, dan
sebagainya. Namun jika dikembalikan lagi ke makna yang terkandung dalam
selamatan bayi, brokohan cukup dengan 4 macam ubarampe saja yaitu :
-
Kelapa yang bermakna : daging kelapa yang berwarna putih
adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuno) yaitu sperma, benihnya
laki-laki atau bapak.
-
Gula merah atau gula jawa yang bermakna : berwarna merah
adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuno) yaitu sel telur, benihnya
wanita atau ibu
-
Dawet terdiri dari 3 bahan yaitu :
·
santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya
Bapak.
·
juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel
telur, benihnya Ibu
·
cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik
kehidupan.
-
Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek,
tidak memakai telor ayam. Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna
biru, untuk menggambarkan langit biru, alam awang-uwung, kuasa dari atas.
Alasan kedua : biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan
tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian
telor bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di
dalam telor bebek.
Melalui
keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu
ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar
seorang bayi dalam proses babaran. Keempat ubarampe yang dikemas dalam
selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan
mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru, mbabar
putra. Dalam budaya Jawa Timur, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain
merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh
karena itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa Timur
mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut.
Tradisi di Kalimantan Tengah :
MIMBIT
arep merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat Suku Dayak Ngaju untuk
menyebut kehamilan perempuan. Secara harfiah mimbit arep berarti membawa
diri. Artinya, perempuan yang sedang hamil boleh ikut suaminya ke mana saja,
namun tidak untuk bekerja, melainkan hanya sebagai penonton. Timbulnya
istilah ini dilator belakangi kepercayaan dan adat-istiadat orang Dayak
dari zaman nenek moyang, kalau perempuan yang sedang hamil itu tidak boleh
bekerja berat sebagaimana layaknya perempuan yang sedang dalam keadaan normal
atau tidak hamil. Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng ini mengatakan, kegiatan
yang biasa dilakukan keluarga bagi seorang perempuan hamil ialah Ngehet
Kahang Badak (biasanya dilakukan pada bulan ketiga kehamilan). Tujuannya
untuk meningkatkan ketahanan tubuh sang ibu dan cabang anak yang dikandung.
Dengan begitu, diharapkan bayinya tidak lahir prematur. Upacara ini biasa
dilaksanakan dengan mengikatkan sesuatu yang disebut palis pangereng (sejenis
ikat pinggang) pada pinggang perempuan hamil. Upacara selanjutnya yaitu manyaki
tihi, yaitu mamalas (mengoleskan) darah ayam atau babi ke tubuh perempuan
hamil dengan diiringi doa manyaki tihi. Upacara manyaki tihi di-pimpin oleh
seorang basir/pisur. Selain basir/pisur, yang utama adalah suami dari perempuan
tersebut. Upacara ini biasanya dilakukan keluarga pada bulan kelima kehamilan.
Adapun upacara ritual selanjutnya adalah manggantung sahur kehamilan.
Tujuannya supaya perempuan itu selamat dan tanpa halangan ataupun rintangan
fatal saat melahirkan. Upacara ini biasanya di laksanakan mulai 6-7 bulan
usia kehamilan. Selain upacara-upacara tadi juga masih banyak yang dilakukan
oleh perempuan yang sedang hamil terutama pantangan atau amalan kehamilan. Beberapa
pantangan itu di antaranya, tidak boleh berkata bohong, tidak boleh meminta
milik milik orang lain tanpa izin dari pemiliknya meski berniat melapor
kemudian, tidak boleh menertawakan kejelekan wajah orang lain atau hal-hal
aneh pada orang lain, tidak boleh duduk di jalan masuk atau pintu rumah, tidak
boleh membicarakan kejelekan orang lain (menggosip), tidak boleh melilitkan
handuk pada leher sewaktu berangkat atau sesudah mandi, dan tidak boleh pelit
bila ada yang minta sedekah sepanjang tidak merugikan atau dipaksakan. Pantang
tidak memberikan sedekah sebab nanti sang anak akan susah lakunya walaupun ia
cantik atau ganteng.
Sedangkan pada masyarakat Dayak Ngaju, pantangan yang harus
dipatuhi misalnya :
1.
Jangan duduk di depan pintu pada sore hari. Menurut orang tua dayak jaman dahulu, pintu bukan
hanya merupakan jalan masuk bagi manusia. namun juga jalan bagi mahluk gaib di
sore hari.
2.
Jangan membuat kulit ketupat pada masa
hamil.
Orang tua percaya , karena daun kelapa untuk
kulit ketupat harus dianyam tertutup rapat oleh wanita hamil, dikuatirkan bayi
yang lahir nanti kesindiran, tertutup jalan lahirnya.
3.
Tidak boleh membelah/memotong binatang. Artinya agar bayi yang lahir nanti tidak sumbing atau
cacat fisik lainnya.
4.
Tidak boleh menutup pinggir perahu (galak
haruk), memaku perahu, memaku rumah, membelah kayu api yang sudah terbakar
ujungnya, memukul kepala ikan.
Pengertian pantangan ini pun dimasudkan agar sang bayi kelak lahir dengan lancar dan dalam keadaan sehat (Pantangan untuk Bapak).
Pengertian pantangan ini pun dimasudkan agar sang bayi kelak lahir dengan lancar dan dalam keadaan sehat (Pantangan untuk Bapak).
Tradisi di Kalimantan Selatan :
Pada masyarakat di Kalimantan tepatnya di Kalimantan Selatan,
ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh ibu hamil maupun suaminya,
yaitu :
1.
Tidak boleh duduk di depan pintu,
dikhawatirkan akan susah melahirkan.
2.
Tidak boleh keluar rumah pada waktu senja hari
menjelang waktu maghrib, dikhawatirkan kalau diganggu mahluk halus atau roh
jahat.
3.
Tidak boleh makan pisang dempet,
dikhawatirkan anak yang akan dilahirkan akan kembar dempet atau siam.
4.
Jangan membelah puntung atau kayu api yang
ujungnya sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing atau anggota
badannya ada yang bunting.
5.
Jangan meletakan sisir di atas kepala,
ditakutkan akan susah saat melahirkan.
6.
Dilarang pergi ke hutan, karena wanita
hamil menurut kepercayaan mereka baunya harum sehingga mahluk-mahluk halus
dapat mengganggunya.
7.
Dilarang menganyam bakul karena dapat
berakibat jari-jari tangannya akan berdempet menjadi satu.
Selain pantangan yang disebutkan diatas, terdapat juga
upacara mandi hamil pada Masyarakat Banjar. Tidak
semua wanita yang hamil pertama kali harus menjalani upacara mandi. Konon yang
harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun memang harus
menjalaninya. Pada upacara mandi hamil, mungkin si calon ibu sebenarnya bukan
tergolong yang wajib menjalaninya, tetapi konon bayi yang dikandungnya mungkin
mengharuskannya melalui ayahnya dan dengan demikian si calon ibu ini pun harus
menjalaninya pula. Lalai melakukan upacara itu konon menyebabkan yang
bersangkutan atau salah seorang anggota kerabat dekat “dipingit”. Sebagai
akibat peristiwa “pemingitan” itu proses kelahiran berjalan lambat. Untuk melaksanakan upacara ini kadang-kadang dipadakan
saja dengan meminta banyu baya kepada seorang bidan, membuat banyu Yasin
sendiri yang kemudian dicampur dengan bunga-bungaan dan melakukan sendiri
upacara di rumah yang dibantu oleh wanita-wanita tua yang masih berhubungan
kerabat dekat dengannya atau dengan suaminya.
Sebagai syarat melaksanakan upacara mandi ini disiapkan nasi ketan
dengan inti, yang dimakan bersama setelah upacara selesai. Upacara mandi yang
demikian sederhana ini sebenarnya juga dilaksanakan pada kehamilan ketiga,
kelima dan seterusnya di Dalam Pagar dan sekitarnya, khususnya apabila terdapat
kesukaran pada kehamilan sebelumnya. Dalam
kehidupan masyarakat Banjar yang masih terikat akan tradisi lama, apabila
seseorang wanita yang sedang hamil untuk kali pertamanya, ketika usia kehamilan
mencapai tiga bulan atau pada kehamilan tujuh bulan maka diadakanlah suatu
upacara dengan maksud atau tujuan utama untuk menolak bala dan mendapatkan
keselamatan. Karena menurut kepercayaan sebagian masyarakat Banjar, bahwa
wanita yang sedang hamil tersebut suka diganggu mahluk-mahluk halus yang jahat.
Pada masyarakat Banjar Batang Banyu telah diketahui
ada suatu upacara yang disebut “Batapung Tawar Tian (hamil) Tiga Bulan”,
menyusul kemudian dilaksanakan upacara mandi “Tian Mandaring” ketika kehamilan
telah berusia tujuh bulan. Tetapi pada masyarakat Banjar Kuala sampai saat ini
hanya mengenal dan melakukan upacra mandi “Tian Mandaring” atau sering pula
disebut upacara mandi “Bapagar Mayang”. Dikatakan demikian karena upacara
tersebut dikelilingi oleh benang yang direntangkan dari tiang ke tiang tersebut
di tebu (manisan) serta tombak (bila ada), sehingga merupakan ruang persegi
empat pada benang-benang tersebut disangkutkan mayang-mayang pinang dan
kelengkapan lainnya.
Tradisi di Kalimantan
Barat :
Salah satunya
adalah Mandi bunting, atau Syukuran hamil tujuh bulanan ala
tradisi masyarakat adat melayu Dusun Sosok Dua, Tampik,
Kecamatana Tayan Hulu Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Tradisi ini
merupakan ungkapan syukur atas kehamilan yang
sudah mencapai tujuh bulan dan doa selamat
untuk melahirkan di dua bulan berikutnya, tardisi ini merupakan tardisi
turun temurun yang masih sangat di jaga oleh Orang Tampik
(Sebutan untuk Masyarakat Melayu Sosok Dua). Nek Bu salah satu
tetua masyarakat Orang Tampik mengatakan tradisi ini merupakan tradisi
turun temurun dari orang dolok-dolok
(nenek moyang) yang dipercaya dapat memberi ketenangan bagi
calon Ibu untuk menghadapi persalinan dan memberikan
kesehatan bagi si Cabang bayi. Upacara Mandi bunting ini di awali dengan
menyiapkan persyaratan adatnya, yaitu sayur tujuh jenis, rujak yang
terbuat dari tujuh jenis buah dengan hanya tujuh cabai, kain (sejenis
selendang) tujuh warna, beras kuning, beras putih, daging ayam, telur ayam
kampung tujuh butir, Bunga tujuh jenis, Air yang digunakan untuk mandi
juga diusahakan harus berasak dari tujuh sumber mata air. Sedangkan Calon
Ibu juga harus mengenakan kain sarung yang juga ditutupi dengan baju
berwarna putih, sementara itu kenuikkan lainnya adalah
mengumpulkan tujuh orang yang dituakan di kampung untuk ikut mendoakan
calon ibu dan si cabang bayi. Setelah semuanya siap, maka
dilakukanlah prosesi Mandi Bunting yang diawali dengan doa (
disesuaikan dengan ajaran agama Islam) yang setelah dilakukan prosesi
doa, dilakukanlah prosesi siraman yang diawali oleh kedua orang tua
dari calon ibu yang kemudian dilanjutkan oleh kedua orang tua calaon Bapak,
setelah kedua orang tua dari masing-masing calon bapak dan calon ibu, siraman
dilanjutkan oleh tujuh tetua kampung yang sudah diminta hadir, pada saat
yang bersamaan prosesi siraman diiringi dengan doa-doa mohon
kesehatan untuk caln ibu dan kedua mempelai.Setelah prosesi siraman
si calon ibu mengganti baju dengan baju yang kering, itu pun harus
dengan tujuh kali ganti baju dengan tujuh warna yang berbeda, maknanya
menurut kepercayaan orang tampik supaya Ibu dan calon
bayi bisa selamat pada proses persalinan nanti. Menurut perwakilan
warga setempat yang juga merupakan calon ibu yang punya hajatan mandi
bunting,Ngkalok,24 tahun, prosesi adat ini merupakan wujud terimakasih
dan doa selamat kepada Tuhan yang Maha Esa atas cabang bayi
yang sudah dipercayakan kata Ngkalok "
nadak laen nyang tau kite bere...macam to' jak lah ujod nye "(tidak
ada hal lain yang dapat kita berikan balasan kepada Tuhan,hanya syukuran
sederhana seperti ini saja yang dapat dilakukan). Setelah prosesi
bersalin pakaian dilanjutkan dengan menabur beras kuning dan
juga membagikan rujak mandi bunting yang dibuat
dari tujuh jenis buah, dan rujak ini juga dibagi-bagikan kepada para
suami istri yang belum mempunyai anak, atau ingin mempunyai
anak lagi, dengaan sebutan "bejelangkit" maksudnya
biar bisa ketularan hamil juga. Menurut adat setempat
jika pasangan suami istri yang belum mempunyai anak atau pasangana suami
istri yang ingin mempunyai anak ikut makan rujak bunting ini
dipercaya akan cepat mendapat momongan. Prosesi adat mandi bunting ini
kemudian ditutup kembali dengan doa, dengan harapan calon ibu dan si
cabang bayi dapat sehat dan selamat pada proses persalinan nanti.
Tradisi di Kalimantan Timur :
Kehamilan adalah
peristiwa alam yang harus dijaga dan dirawat dengan benar. Dalam keadaan hamil,
demi menjaga kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi yang akan dilahirkan,
banyak pantangan yang harus ditaati. Salah satunya pantangan yang diterapkan di
Kalimantan timur, misalnya :
1.
Dilarang mandi dan minum air yang berasal dari sumur,
alasannya air sumur tidak mengalir. Dikhawatirkan ditempat tersebut banyak
mahluk yang keberadaannya tidak terlihat mata jasmani. Diyakini bahwa air sumur
yang digunakan untuk mandi atau diminum oleh ibu hamil, bisa mengakibatkan
demam, atau pendarahan akibat diganggu mahluk halus penunggu sumur.
2.
Dilarang makan lombok khususnya cabe rawit. Dikhawatirkan
tubuh bayi meradang merah bagai tersiram air panas. Dilarang pula makan sayur
mayor yang tumbuh menjalar. Dilarang makan makanan yang telah diawetkan,
khawatir si bayi terkena sakit kuping bernanah.
3.
Dilarang mandi hujan terutama ketika petir kilat sambar
menyambar.
4.
Dilarang makan ikan bakar, dilarang makan makanan kedaluasa.
5.
Dilarang mandi dibagian sungai yang terdalam.
6.
Dilarang makan makanan yang dimasak dengan menggunakan kayu
yang kerdil tumbuhnya, dikhawatirkan pertumbuhan anak akan terganggu.
7.
Dilarang makan makanan dengan cara menjumput dari panci
tempat memasak, masuk langsung kemulut.
8.
Dilarang makan makanan yang dimasak dengan menggunakan kayu
yang ditumbuhi cendawan.
9.
Dilarang makan buah yang jatuh dari pohon dan tersangkut di
antara cabang dan ranting sehingga buah tersebut tidak jatuh ketanah. Maksudnya
agar bayi lahir lancar, tidak tersangkut seperti buah yang tersangkut tadi.
10.
Dilarang mengumpulkan kayu bakar dimana ranting dan cabang
kayunya terendam diair. Maksudnya agar ari-ari bayi tumbuh normal. Tidak
berukuran terlalu besar. Karena kalau terlalu besar, disaat proses persalinan
akan sulit keluar.
11.
Dilarang makan sambil berjalan agar anak tidak lahir
disembarang tempat.
Selain itu
terdapat larangan bagi suami :
1.
Ketika isteri dalam keadaan mengndung anak mereka, suami dan
seisi rumah dilarang duduk dengan kaki berjuntai kebawah terlebih apabila badan
didalam rumah dan kaki berjuntai arah luar rumah. Alasannya, karena
dikhawatirkan bayi yang lahir akan meniru. Maksudnya ketika proses persalinan
kaki bayilah yang keluar lebih dahulu. Tentu saja hal ini sangat membahayakan.
2.
Suami dilarang membuat patung, juga dilarang membuat
beberapa jenis peralatan menangkap ikan. Untuk menghindari bayi lahir cacat.
Pada saat isteri hamil, suami pantang berkelahi dengan isterinya. Alasan, agar
isteri tidak mengalami pendarahan. Masih banyak lainnya.
b.
Etika dan Hukum
Perundang-undangan Kehamilam Menurut Keputusan Presiden
1. Keputusan Presiden
PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
72 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
KESEHATAN NASIONAL
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa
untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 167 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan Nasional;
1.
Landasan
Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan
penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
2.
BAB
II PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN SKN
PERKEMBANGAN
DAN MASALAH SKN 19. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terjadinya peningkatan kinerja sistem kesehatan telah
berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat antara lain:
a.
penurunan
Angka Kematian Bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997
menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007);
b. penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi
228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007);
c. peningkatan
Umur Harapan Hidup (UHH) dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun
pada tahun 2007;
d. penurunan
prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada akhir tahun 1997
menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007
(Riskesdas 2007) dan 17,9 % (Riskesdas 2010);
e. terjadinya
peningkatan contraceptive prevalence rate (CPR) dari 60,4% (SDKI 2003) menjadi
61,4% (SDKI 2007) sehingga total fertility rate (TFR) stagnan dalam posisi 2,6
(SDKI 2007).
3.
Meskipun
terjadi peningkatan status kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud di atas,
namun masih belum seperti yang diharapkan.
4.
Upaya
percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam lingkungan strategis baru,
harus terus diupayakan dengan perbaikan SKN.
5.
Upaya
Kesehatan
6.
Perkembangan
upaya kesehatan secara nasional telah mengalami peningkatan, antara lain;
a. akses rumah tangga yang dapat menjangkau
fasilitas pelayanan kesehatan ≤ 30 menit
sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang berada ≤ 5 km dari fasilitas
pelayanan kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas 2007);
b. peningkatan jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) ditandai dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000
penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000 pada tahun 2007 (Profil
Kesehatan 2007);
c.
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari 15,1%
pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006;
d. kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas
pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada
tahun 2007;
e.
jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak
berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007);
f.
secara keseluruhan, kesehatan ibu membaik dengan turunnya Angka Kematian Ibu
(AKI);
7.
Pertolongan
…
a.
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 75,4% (Riskesdas
2007) menjadi 82,2% (Riskesdas 2010), sementara persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan meningkat dari 24,3% pada tahun 1997 menjadi 46% pada tahun
2007 dan meningkat lagi menjadi 55,4% (Riskesdas 2010);
b.
akses terhadap air bersih sebesar 57,7% rumah tangga dan sebesar 63,5% rumah
tangga mempunyai akses pada sanitasi yang baik (Riskesdas 2007);
c.
akses terhadap air minum sebesar 45,1% dan akses pembuangan tinja sebesar
55,5%, keduanya menggunakan kriteria MDG’s (Riskesdas 2010);
d.
pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar
sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah sebesar
32,5%;
e.
kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian semakin
menurun.
8.
Meskipun
perkembangan upaya kesehatan telah mengalami peningkatan sebagaimana dimaksud
di atas, namun masih terdapat beberapa permasalahan, antara lain: a. masih
terdapat disparitas geografi; kapasitas fiskal; belanja daerah;
pendidikan; infrastruktur; akses dan fasilitas pelayanan kesehatan; tumpang
tindih sasaran penanggulangan kemiskinan dan akses fasilitas publik (sumber
Riset Fasilitas Kesehatan 2011 dan sumber lainnya); b. akses rumah tangga yang
dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau kecil
terdepan dan terluar masih rendah. Jarak fasilitas pelayanan kesehatan yang
jauh disertai distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata antara lain
ketersediaan dokter di puskesmas tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta 100% dan terendah di Provinsi Papua 68%, dan
pelayanan kesehatan yang mahal menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan; c. masih terdapat disparitas sumber daya antara
lain: ketersediaan listrik 24 jam di puskesmas tertinggi di Provinsi Jawa
Tengah 99,8%, terendah di Provinsi Papua Barat 35,6%, ketersediaan air bersih
sepanjang tahun di puskesmas tertinggi di Provinsi Jawa Timur 89%, terendah
Provinsi Papua 39,5%; d. masih terdapat disparitas kependudukan antara lain:
contraceptive prevalence rate (CPR) antar provinsi, CPR terendah Provinsi
Maluku 34,1% dan tertinggi Provinsi Bengkulu 74%, Nasional 61,4%; disparitas
total fertility rate (TFR) antar provinsi, TFR tertinggi Maluku 3,7 dan
terendah DIY 1,5 dan nasional 2,3; tingginya angka unmet-need 9,1% (SDKI tahun
2007). e. cakupan …
9.
a.
masih ditemui disparitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan cakupan imunisasi
antar wilayah masih tinggi, yaitu:
1)
cakupan pemeriksaan kehamilan tertinggi 97,1% dan terendah 67%;
2)
cakupan imunisasi lengkap tertinggi sebesar 73,9% dan cakupan terendah sebesar
17,3% (Riskesdas, 2007);
3)
rata-rata cakupan pemeriksaan kehamilan sebesar 61,4% (Riskesdas 2010);
4)
rata-rata cakupan imunisasi lengkap sebesar 53,8% (Riskesdas 2010);
b.
penyakit infeksi menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menonjol, terutama: TB paru, malaria, HIV/AIDS, DBD dan Diare;
c.
penyakit yang kurang mendapat perhatian (neglected diseases), antara lain
filariasis, kusta, dan frambusia cenderung meningkat kembali, serta penyakit
pes masih terdapat di berbagai daerah;
d.
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan adanya
peningkatan kasus penyakit tidak menular, antara lain penyakit kardiovaskuler
dan kanker secara cukup bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda
(double burden).
c.
Etika dan Hukum
Perundang-undangan Kehamilan Menurut Kemenkes
Ketentuan
perundang-undangan yang terkait dengan hak-hak perempuan hamil sampai dengan pasca
melahirkan antara lain :
1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal
39 Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa bagi janda yang perkawinannya putus
karena perceraian tetapi masih dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu
ditetapkan sampai janda tersebut melahirkan.Dengan demikian, meskipun putusan
untuk bercerai telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Agama, namun pengucapan
talak dari mantan suaminya hanya boleh diucapkan di depan Hakim ketika mantan
istrinya tersebut telah melahirkan. Hal ini semata-mata untuk melindungi
perempuan yang sedang hamil antara lain yaitu apabila janin yang dikandungnya
lahir maka si anak berhak mendapatkan biaya hidup dari mantan suaminya
tersebut.
2.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Azazi Manusia. Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang ini mengatur sebagai
berikut:“(2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil,
dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus”.Adapun dalam
penjelasannya disebutkan: yang dimaksud dengan “kemudahan dan perlakuan khusus”
adalah pemberian pelayanan jasa, atau penyediaan fasilitas dan sarana demi
kelancaran, keamanan, kesehatan, dan keselamatan.Ketentuan ini sangat jelas
memberikan hak khusus bagi perempuan hamil untuk mendapat pelayanan jasa dari
pemerintah berupa keamanan, kesehatan dan keselamatannya. Sampai saat ini belum
nampak jelas bahwa pemerintah telah memberikan hak tersebut. Contohnya, sampai
saat ini belum ada sarana transportasi umum yang “memadai” untuk perempuan
hamil. Keadaan ini diperparah oleh sikap masyarakat kita yang kadang-kadang
tidak mau memberikan tempat duduk ketika melihat perempuan hamil sedang berdiri
berhimpitan dengan penumpang lain dalam transportasi umum.Masih minimnya
fasilitas umum yang dapat digunakan bagi si ibu yang harus menyusui bayinya
juga merupakan kendala tersendiri, sehingga si ibu kehilangan haknya untuk
memberikan ASI kepada bayinya. Padahal si ibu perlu memberikan ASI eksklusif
agar bayi yang dilahirkan terjaga kondisi kesehatannya (imun terhadap gejala
penyakit bayi yang baru lahir).
3.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Ketentuan terkait dengan hak perempuan setelah melahirkan diatur
sebagai berikut:Pasal 82 (1) “Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan
1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan
atau bidan”Pasal 82 (1) “Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai
dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.”Pasal 83“Pekerja/buruh
perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.” Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menjamin agar pekerja perempuan dapat memenuhi
kewajibannya sebagai ibu untuk memberi ASI walaupun harus bekerja untuk
membantu mencari nafkah bagi keluarganya.Pasal 153 ayat (1) butir f“Pengusaha
dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.”
4.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang ini mengatur sebagai berikut : “Upaya
perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan
sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan (Bayi dan
balita ; Remaja perempuan; dan Ibu hamil dan menyusui.” Selain pemberian gizi
yang lebih baik kepada ibu hamil dan menyusui, ibu hamil juga mendapatkan hak
untuk mendapatkan perawatan yang layak dari bidan atau tenaga professional
lainnya selama masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Selain itu
perempuan hamil juga berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap, benar dan
memadai mengenai kehamilannya, janinnya serta persalinannya. Contohnya, jika
perempuan hamil akan melahirkan, maka ia harus diberikan penjelasan mengenai
cara persalinan apakah melahirkan secara normal, atau dengan cara operasi.
Besarnya biaya yang harus disiapkan, kondisi setelah melahirkan dan segala
sesuatunya, harus diberitahukan kepadanya. Jika secara medis dapat melahirkan
dengan cara normal, maka tidak boleh ada paksaan untuk melahirkan secara
operasi.
5.
Hak yang harus diberikan oleh suami, keluarga dan
masyarakat.
Secara umum, hak ini sudah dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita, yaitu memberikan perhatian yang lebih, daripada ketika si istri atau perempuan tersebut tidak sedang hamil. Suami misalnya, harus membantu meringankan pekerjaan secara fisik. Masyarakat memberikan prioritas kepada perempuan hamil dan menyusui dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah harus memberikan fasilitas khusus kepada perempuan hamil dan meyusui, misalnya memberikan tempat khusus di dalam transportasi umum atau di tempat-tempat umum.
Secara umum, hak ini sudah dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita, yaitu memberikan perhatian yang lebih, daripada ketika si istri atau perempuan tersebut tidak sedang hamil. Suami misalnya, harus membantu meringankan pekerjaan secara fisik. Masyarakat memberikan prioritas kepada perempuan hamil dan menyusui dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah harus memberikan fasilitas khusus kepada perempuan hamil dan meyusui, misalnya memberikan tempat khusus di dalam transportasi umum atau di tempat-tempat umum.
Dengan
adanya ketentuan peraturan perundangan di atas, jelaslah bahwa perempuan sejak
hamil sampai dengan pasca melahirkan mendapat hak khusus yang dijamin oleh
undang-undang. Namun sayangnya masih banyak hak-hak tersebut yang belum
sepenuhnya diperoleh oleh perempuan hamil tersebut karena adanya berbagai macam
kendala. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para perempuan yang sedang hamil sampai
dengan pasca melahirkan, bagi pemerintah, masyarakat dan tentunya keluarga dan
suami, terutama demi tercapainya pemenuhan hak kepada perempuan yang sedang
hamil tersebut.
terima kasih sudah sempet membaca, ya.
jangan lupa follow twitterku @WardhaniAdinda biar kita bisa saling berinteraksi
plis jangan lupa kasih aku usulan untuk blog ini.
aku berharap banget kalian bisa bantu aku untuk mengembangkannya.
terima kasiiihhh wassalamu'alaikummm :) <3 :* :* :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar